On The Spot

Jangankan Mur dan Baut, Bangkai Kapal Induk Bisa Hilang Tak Berbekas

http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2009/06/karikatur-koran-tempo-18-6-2009.jpg?w=218&h=300
Pagi itu tim penyelamat gabungan dibuat bingung alang kepalang tatkala mencari bangkai kapal induk yang tenggelam di perairan Selat Madura petang sebelumnya. Lokasi tenggelamnya kapal induk itu telah ditandai sebelumnya. “Bagaimana mungkin, baru semalam saja bangkai kapal induk itu sudah hilang tak berbekas?”, tanya si koordinator tim penyelamat yang tak habis pikir itu.

Guyonan di atas, diungkapkan seorang teman menanggapi kabar kabur tentang apa yang terjadi atas Jembatan Suramadu. Belum ada seminggu berselang sejak diresmikan Presiden SBY, dikabarkan banyak mur, baut, lampu penerangan dan penutup saluran air raib dicuri orang.

Kata si teman tadi lebih lanjut, “Jangankan mur dan baut, bangkai kapal induk yang tenggelam saja bisa hilang tak berbekas dalam semalam.”

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyindir atau mendiskreditkan kelompok masyarakat tertentu atas kurang pedulinya terhadap fasilitas publik. Hakekatnya kejadian semacam itu bukan hanya –semoga fakta pencurian itu tidak benar– kali ini saja kita lihat, dengar dan baca.

Beberapa waktu lalu kita juga disuguhkan informasi tentang hilangnya bantalan rel beserta mur dan bautnya di jalur kereta api antara kota Solo dan Madiun. Pernah pula kita baca tentang hilangnya peralatan persinyalan untuk jalur kereta api Jabotabek. Dan berita-berita lain serupa tapi tak sama yang nampaknya “khas” hanya ada di Indonesia.

Tanpa memikirkan akibat-akibat tragis yang akan muncul, si pencuri peralatan fasilitas publik itu melakukannya tanpa kesadaran matang apalagi peduli pada orang lain. Seolah-olah tindakannya itu seperti halnya pemulung yang mengkais-kais bekas botol plastik minuman di pinggir jalan!

Kesadaran masyarakat kita untuk ikut memelihara, menjaga dan mengawasi fasilitas-fasilitas publik yang telah disediakan pemerintah, harus diakui kurang. Sikap masa bodoh dengan mengedepankan argumen “Elo-elo, Gue-gue” ini perlu dirombak total. Kita harus menyadari bahwasannya hidup ini saling tergantung satu sama lain.

Dalam kesadaran semacam di atas, sikap dan tindakan untuk saling tegur, saling kontrol pada tindakan-tindakan perusakan fasiltas publik oleh oknum tertentu, di sekitar lingkungan terdekat kita bukanlah hal tabu. Asalkan dilandasi niat baik dan cara-cara santun.

Terkadang pula kita acuh tak acuh melihat dengan mata kepala sendiri tindakan-tindakan orang lain yang mungkin bisa berdampak buruk pada lainnya. Contoh yang paling sederhana, ikut menyingkarkan ranjau paku atau batu cukup besar di jalanan tatkala kita melintasi. Apabila semua orang memiliki kesadaran hal sepele semacam itu, sesungguhnya dampak positipnya berpulang kembali pada diri kita.

Janganlah menganggap, asalkan tidak menyangkut diri sendiri dan keluarga lantas berpedoman, “Emangnya gue pikirin.” Sikap semacam ini jelas tidak bertanggungjawab. Lantaran hanya mementingkan diri sendiri dan keluarga, namun tidak ada sema sekali kepedulian pada orang lain dan lingkungan sosialnya.

Dari mana kesadaran dan nilai-nilai akan peduli orang lain dan lingkungan itu bermula? Pada mulanya dari diri sendiri. Selanjutnya kesadaran dan nilai itu ditanamkan pada anggota keluarga. Dan pada gilirannya ditularkan ke lingkungan sosial yang lebih luas.

Semoga demikianlah adanya.

sumber:
http://dwikisetiyawan.wordpress.com/

Entri Populer