Otda “Terjebak” Praktik Federalisme
Berikanlah Comment kepada Blog ini biarkan Penulis Sedikit Dihargai
Otda yang diterapkan saat ini berbeda jauh dari konsep yang dirancang sejak awal, kata pengamat politik, Dharma Wisesa, di Medan, belum lama ini.
Ia mengaku sangat mengetahui konsep awal otda karena ikut merancangnya bersama Guru Besar Universitas Padjajaran, Prof. Otto Soemarwoto dan Guru Besar Universitas
Pada konsep awal, penghasilan yang didapatkan daerah akan dikembalikan pemerintah pusat sebanyak 75 persen untuk pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki, sedangkan 25 persen tetap dikelola pemerintah pusat sebagai biaya penyelenggaraan negara.
Hal itu dilakukan sebagai desentralisasi pengelolaan potensi daerah yang dulunya sangat tergantung dengan keputusan pemerintah pusat.
Namun pada praktiknya desentralisasi sepenuhnya diserahkan ke daerah, sedangkan pemerintah pusat tidak memiliki kemampuan untuk “mengintervensi”.
Konsep itu sudah berbeda dengan rencana awal karena sudah seperti sistem pemerintah yang diberlakukan di negara federal, katanya.
Selain itu, kata Wisesa, konsep otda yang berlaku saat ini juga telah menciptakan sistem birokrasi yang cukup panjang dan membuka peluang untuk melakukan praktik korupsi.
Padahal konsep otda dirancang untuk memangkas rentetan birokrasi yang diberlakukan pada masa sebelum konsep itu diberlakukan.
Pada masa pemerintahan Megawati pihaknya pernah mengusulkan “pemangkasan” birokrasi sebanyak 50 persen agar dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat, namun tidak terealisasi.
Konsep otda yang dirancangnya bersama Prof. Otto Soemarwoto dan Prof. Sidharta Utama merupakan rencana mantan Presiden Soeharto pada tahun 1997. Namun konsep yang sedang dibahas di Depdagri itu batal diberlakukan karena pemerintahan Soeharto berakhir pada Mei 1998.
Konsep tersebut tertahan sekian lama di Ditjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Depdagri yang saat itu dipimpin DR. M. Ryaas Rasyid.
sumber:
www.beritasore.com