Kenapa Hanya Satu Gol?
Keberuntungan nampaknya masih terus belum berpihak kepada tim nasional sepakbola Indonesia. Seperti yang terjadi pada ajang kualifikasi Olimpiade Beijing 2008 saat menghadapi Maladewa di stadion Gelora Bung Karno. Timnas hanya mampu menang dengan satu gol tanpa balas... Dan 'hebatnya' lagi gol diciptakan lewat sontekan Jajang Mulyana yang mampu menipu penjaga gawang Maladewa persis di akhir pertandingan saat memasuki menit ke empat tambahan waktu babak kedua.
Ekspresi Jajang saat mencetak gol ke gawang Maladewa
Pertanyaan saya, kenapa hanya satu gol? Padahal di sepanjang pertandingan praktis segalanya baik itu penguasaan bola, peluang-peluang dikuasai oleh timnas. Penguasaan bola 75:25 dan jumlah total tendangan ke gawang 25:4. Tapi itu semua tidak menggambarkan bagaimana permainan timnas menghadapi Maladewa malam itu.
Maladewa, sebuah negara antah berantah yang mungkin sebagian dari penduduk negeri ini tidak tahu dimana negara tersebut berada atau bahkan namanya masih asing di telinga kita, itu di atas kertas sebenarnya bukanlah tandingan Indonesia, dan wajar kalau pertandingan akan menjadi tidak seimbang dan Indonesia akan dengan mudah melibas Maladewa dengan skor yang relatif telak.
Namun lain yang terjadi di lapangan. Memang pertandingan tidak seimbang, namun timnas hanya mampu 'memainkan' bola saja, muter sana muter sini dan dengan banyak peluang terbuang percuma. Ini memang masalah klasik, yaitu mental para pemain sepakbola Indonesia yang selalu terburu-buru dan mudah panik saat dalam kondisi tertekan.
Disisi lain, ini tentunya menjadi pelajaran bagi birokrasi persepakbolaan Indonesia, bahwa tidak mudah meraih prestasi secara instan. Tidak cukup hanya dengan memecat Peter Withe lantas menggantinya dengan memanggil kembali seorang Ivan Venkov Kolev, 'bekas' pelatih timnas Indonesia yang telah dinyatakan gagal oleh PSSI di periode kepelatihannya yang terdahulu, maka prestasi sepakbola kita akan terdongkrak kembali. Ini seperti menjilat ludah sendiri!
Bahkan jika kita mengamati tentang pergerakan prestasi sepakbola kita ini, bisa dibilang terus menerus merosot. Kalau di era 70-an dan 80-an timnas kita mampu merajai kawasan ASEAN dan bahkan empat besar se-Asia, kini kita hanya duduk termenung menyaksikan timnas menjadi macan ompong di kawasan ASEAN. Kita sudah tertinggal jauh oleh Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, atau bahkan Myanmar. Kalau dulu kita bisa menggelontor gawang Filipina atau Laos dengan 8 atau 11 gol, kini menghadapi Laos, yang notabene merupakan lumbung gol bagi negara-negara ASEAN, Indonesia hanya mampu unggul 3-1 di ajang AFF Cup kemarin.
Ah, Indonesia.... Kapan bisa bangkit?
Pertanyaan saya, kenapa hanya satu gol? Padahal di sepanjang pertandingan praktis segalanya baik itu penguasaan bola, peluang-peluang dikuasai oleh timnas. Penguasaan bola 75:25 dan jumlah total tendangan ke gawang 25:4. Tapi itu semua tidak menggambarkan bagaimana permainan timnas menghadapi Maladewa malam itu.
Maladewa, sebuah negara antah berantah yang mungkin sebagian dari penduduk negeri ini tidak tahu dimana negara tersebut berada atau bahkan namanya masih asing di telinga kita, itu di atas kertas sebenarnya bukanlah tandingan Indonesia, dan wajar kalau pertandingan akan menjadi tidak seimbang dan Indonesia akan dengan mudah melibas Maladewa dengan skor yang relatif telak.
Namun lain yang terjadi di lapangan. Memang pertandingan tidak seimbang, namun timnas hanya mampu 'memainkan' bola saja, muter sana muter sini dan dengan banyak peluang terbuang percuma. Ini memang masalah klasik, yaitu mental para pemain sepakbola Indonesia yang selalu terburu-buru dan mudah panik saat dalam kondisi tertekan.
Disisi lain, ini tentunya menjadi pelajaran bagi birokrasi persepakbolaan Indonesia, bahwa tidak mudah meraih prestasi secara instan. Tidak cukup hanya dengan memecat Peter Withe lantas menggantinya dengan memanggil kembali seorang Ivan Venkov Kolev, 'bekas' pelatih timnas Indonesia yang telah dinyatakan gagal oleh PSSI di periode kepelatihannya yang terdahulu, maka prestasi sepakbola kita akan terdongkrak kembali. Ini seperti menjilat ludah sendiri!
Bahkan jika kita mengamati tentang pergerakan prestasi sepakbola kita ini, bisa dibilang terus menerus merosot. Kalau di era 70-an dan 80-an timnas kita mampu merajai kawasan ASEAN dan bahkan empat besar se-Asia, kini kita hanya duduk termenung menyaksikan timnas menjadi macan ompong di kawasan ASEAN. Kita sudah tertinggal jauh oleh Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, atau bahkan Myanmar. Kalau dulu kita bisa menggelontor gawang Filipina atau Laos dengan 8 atau 11 gol, kini menghadapi Laos, yang notabene merupakan lumbung gol bagi negara-negara ASEAN, Indonesia hanya mampu unggul 3-1 di ajang AFF Cup kemarin.
Ah, Indonesia.... Kapan bisa bangkit?