On The Spot

Korut Berencana Tembakkan Rudal ke Hawaii

Korea Utara diperkirakan akan menembakkan satu rudal balistik ke Hawaii pada awal bulan Juli mendatang, demikian laporan satu surat kabar Jepang, Kamis (18/6) di tengah seruan Rusia dan China agar rezim komunis tersebut kembali ke pembicaraan perlucutan senjata nuklir yang diusulkan dunia internasional.
Menurut harian terkemuka Jepang, Yomiuri, rudal––yang diperkirakan berjenis Taepodong-2 yang mampu menjangkau jarak diatas 4.000 mil (6.500km)––akan diluncurkan dari tempat peluncuran Dongchang-ni di pantai barat Korut. Surat kabar itu mengutip analisa yang dilakukan kementerian pertahanan Jepang dan laporan intelijen yang dikumpulkan satelit pemantau AS. Penembakan rudal itu sendiri diperkirakan akan dilakukan sekitar 4 dan 8 Juli.
Meski harian tersebut berspekulasi rudal Taepodong-2 bisa melewati wilayah udara Jepang dan mengarah ke Hawai, namun dikatakan rudal Korut tersebut tidak akan mampu mengenai pulau-pulau utama Hawaii, yang berada sekira 4.500 mil (7.200km) dari Semenanjung Korea. Jubir kementerian pertahanan Jepang menolak berkomentar mengenai laporan itu, sementara kementerian pertahanan dan badan intelijen Korsel mereka tidak bisa mengkonfirmasi laporan tersebut.
Korut dalam beberapa pekan terakhir telah meningkatkan ketegangan di Asia Utara dengan melakukan peluncuran sejumlah rudal jarak jauh, mengancam menginvasi Korsel dan melakukan ujicoba nuklir pada 25 Mei lalu yang berujung pada pemberian sanksi lebih luas oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.
Miliki Ribuan Ton Senjata Kimia
Sementara itu, Korea Utara (Korut) dilaporkan memiliki ribuan ton bahan senjata kimia yang siap dipasangkan ke rudal-rudal mereka dan digunakan untuk menyerang Korsel, demikian kata satu laporan yang dirilis organisasi International Crisis Group (ICG), Kamis (18/6).
Laporan dari organisasi non pemerintah terkenal itu mengatakan, dari pengamatan bersama menunjukkan bahwa militer Korut memiliki sekira 2.500-5.000 ton senjata kimia, termasuk gas mustard, sarin dan bahan kimia mematikan lainnya. “Jika ada peningkatan konflik dan perseteruan militer pecah, ada resiko bahan-bahan kimia itu akan digunakan. Secara konvensional, Korut lemah dan mereka kemungkinan akan menggunakan senjata itu,” demikian kata Daniel Pinkston, perwakilan ICG di Seoul seperti dilansir Reuters.
“Persediaan senjata kimia mereka sepertinya tidak bertambah, namun cukup menimbulkan korban sipil massal bagi Korsel,” tambahnya.
Laporan itu menambahkan, selain memiliki senjata kimia, Korut juga sedang menciptakan satu program senjata biologi. Korut telah mengupayakan penciptaan senjata kimia selama berdekade lamanya dan bisa memasangkannya ke persenjataan artileri yang diarahkan ke kota Seoul––yang dihuni sekira 49 juta rakyat Korsel––dan melalui rudal yang diarahkan ke seluruh negara dunia.
Dalam laporan terpisah yang dirilis secara bersamaan, ICG mengatakan, Korut telah menempatkan lebih dari 600 rudal Skud yang bisa menyerang seluruh wilayah Korsel dan sedikitnya 320 rudal Rodong yang bisa menyerang wilayah Jepang.
ICG mengatakan, dari laporan intelijen yang didapat tahun ini mengindikasikan Korut telah mengembangkan satu hulu ledak nuklir yang bisa dipasangkan ke rudal Rodong. Lebih lanjut ICG mengatakan, ancaman nuklir Korut menjadi isu keamanan utama di kawasan Semenanjung Korea, namun jika kemajuan berhasil diciptakan dalam menghentikan ambisi nuklir Korut, maka akan ada jalan menemukan solusi mengenai ancaman yang ditimbulkan senjata kimia dan biologi negara komunis tersebut.
Banyak pakar senjata meyakini, dibutuhkan satu tahun bagi Korut untuk bisa menciptakan senjata nuklir dan harus melakukan beberapa kali ujicoba nuklir.
Sementara itu, tanda-tanda penembakan kembali rudal jarak jauh oleh Korut sudah mulai tampak. Hal itu diperkuat dengan mulai dilarangnya kapal-kapal agar menjauhi perairan di timur kota Wonsan hingga akhir bulan ini. Sebelumnya, Korut mengancam menembakkan rudal balistik antar benua jika DK PBB tidak meminta maaf karena telah memberikan sanksi kepada Pyongyang terkait ujicoba nuklir mereka.
DEKATI PERBATASAN LAUT TIMUR KORSEL
Dalam perkembangan lainnya, satu kapal patroli Korea Utara mendekati perbatasan antara kedua Korea di Laut Timur pada awal pekan ini, namun mundur setelah menerima pesan peringatan, kata seorang juru bicara pertahanan Korea Selatan, Kamis (18/6).
Tetapi Won Tae-Jae di kantor Kementerian Pertahanan Nasional membantah suatu laporan media lokal, bahwa kapal tersebut Selasa menyeberangi Garis Batas Utara (NLL), perbatasan maritim de facto kedua Korea.
“Kapal tersebut berada pada sekitar satu mil laut (1,8 kilometer) jaraknya dari perbatasan” ketika Angkatan Laut Korea Selatan mengirimkan pesan radio, kata Won. Pasukan Angkatan Laut Korea Selatan melakukan ‘gerakan balasan’ terhadap NLL, ujarnya. Kapal Korea Utara kemudian kembali setelah berada di daerah itu ‘pada tempo yang tak terlalu lama,’ katanya. Surat kabar bersirkulasi besar, Chosun Ilbo, melaporkan sebelumnya bahwa sebuah kapal Korea Utara menyeberangi 1,8 kilometer ke arah perairan lepas pantai Korea Selatan, di pantai timur.
Korea Utara telah melanggar NLL di Laut Kuning tiga kali dalam tahun ini, di tengah-tengah memanaskan ketegangan antara kedua negara, yang secara teknis masih berperang setelah Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata. Korea Utara berulang kali mengingatkan kemungkinan terjadinya konflik bersenjata di dekat NLL di barat, di mana pertempuran menelan korban tewas terjadi pada 1999 dan 2002.
Pada saat bersamaan, Korea Utara menuduh Korea Selatan meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Harian Rodong Sinmun seperti dilansir AFP, Kamis (18/6), menyatakan AS dan sekutu-sekutunya telah melancarkan kampanye menghadapi Pyongyang.
“Situasi di Semenanjung Korea lebih tegang dari sebelumnya,” tulis harian itu. Dewan Keamanan PBB pekan lalu mengeluarkan sanksi keras terhadap Korut menyusul penolakan negara komunis itu atas peluncuran rudal dan nuklirnya.
Rodong Sinmun menyatakan kampanye Dewan Keamanan terhadap Pyongyang telah melanggar hak-hak kedaulatan negara dan secara drastis menaikkan tingkat bahaya menginvasi Korut. Harian itu menuduh Korsel “menghasut” pemicu “perang” dengan mempublikasikan latihan perang melalui media untuk mengalihkan perhatian publik dari kegagalan kebijakan mereka. “Ini membuka ancaman kepada Korut dan membahayakan langkah menuju situasi akan pecahnya perang,” jelas Rodong.

sumber:
http://hariansib.com/

Entri Populer