Nekat Suruh Bercadar, Denda 30.000 Euro
Parlemen Perancis akan melakukan pemungutan suara akhir Selasa (14/9/2010) untuk memutuskan UU yang melarang penggunaan cadar di tempat umum meski Mahkamah Konstitusi menggagalkannya sebelum UU tersebut resmi berlaku.
UU itu tidak ditujukan kepada Islam. Sebaliknya, UU yang didukung pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy itu dimaksudkan untuk melindungi para perempuan Muslim dari pemaksaan penggunaan burka atau nikab.
Pengambilan suara oleh Senat terjadi setelah Majelis Nasional Perancis meloloskan UU yang melarang penggunaan pakaian tersebut di tempat umum pada bulan Juli dengan 335 suara berbanding satu suara yang menentang. Majelis Tinggi Perancis juga diharapkan menerima hal itu.
Beberapa negara Eropa sedang mempertimbangkan UU yang sama. Namun, kalangan yang mengkritik rancangan UU ini yakin, majelis hakim Mahkamah Konstitusi Perancis akan menggagalkan UU ini.
Maksud Sarkozy membatasi pemakaian nikab dan burka di ranah publik itu mendapat dukungan politik. Namun, kalangan yang menentang menilai bahwa UU ini justru melanggar Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) Perancis dan Eropa.
UU itu mendefinisikan tempat umum secara luas; tidak terbatas hanya bangunan-bangunan pemerintahan dan transportasi umum, tetapi juga jalan-jalan, pasar, usaha bisnis non-pemerintah, dan tempat hiburan.
UU serupa masih ditangguhkan di Belgia, Spanyol, dan beberapa provinsi di Italia. Namun, pelarangan tersebut menjadi isu sensitif, khususnya di Perancis yang wilayah pinggiran perkotaannya menjadi tempat tinggal minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Para pengkritik mengatakan bahwa UU ini mengeksploitasi sesuatu yang sebenarnya bukan persoalan karena hanya ada 1.900 wanita Muslim dari lima hingga enam juta umat Islam di Perancis yang menggunakan cadar.
Mereka mengatakan, UU ini merupakan upaya memenuhi tuntutan pemilih anti-imigrasi dan upaya mengalihkan perhatian publik dari krisis ekonomi Perancis.
Warga Muslim Perancis umumnya berasal dari negara bekas jajahannya di Afrika Utara dan Barat. Mereka tidak memiliki tradisi memakai cadar seperti halnya mereka yang berasal dari daratan Arab ataupun Pakistan.
Beberapa pemimpin Muslim mengatakan, mereka mendukung langkah untuk mengurangi perempuan Muslim bercadar. Namun, UU tersebut juga akan memberi stigma kepada kelompok yang rentan secara tidak adil.
Sadar bahwa UU dengan ruang lingkup yang luas itu dapat dihambat oleh pengadilan HAM Eropa yang melindungi kebebasan beragama, partai berkuasa pimpinan Sarkozy telah meminta agar teks UU itu diperiksa Mahkamah Konstitusi.
Bagi yang tetap memakai cadar setelah habis masa sosialisasi enam bulan untuk mendidik perempuan Muslim, mereka diancam denda 150 euro (190 dollar AS).
Pria yang meminta istri atau anak perempuan mereka bercadar dengan alasan agama akan mendapat sanksi hukuman lebih berat, yakni denda sampai 30.000 euro dan satu tahun penjara.
UU itu tidak ditujukan kepada Islam. Sebaliknya, UU yang didukung pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy itu dimaksudkan untuk melindungi para perempuan Muslim dari pemaksaan penggunaan burka atau nikab.
Pengambilan suara oleh Senat terjadi setelah Majelis Nasional Perancis meloloskan UU yang melarang penggunaan pakaian tersebut di tempat umum pada bulan Juli dengan 335 suara berbanding satu suara yang menentang. Majelis Tinggi Perancis juga diharapkan menerima hal itu.
Beberapa negara Eropa sedang mempertimbangkan UU yang sama. Namun, kalangan yang mengkritik rancangan UU ini yakin, majelis hakim Mahkamah Konstitusi Perancis akan menggagalkan UU ini.
Maksud Sarkozy membatasi pemakaian nikab dan burka di ranah publik itu mendapat dukungan politik. Namun, kalangan yang menentang menilai bahwa UU ini justru melanggar Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) Perancis dan Eropa.
UU itu mendefinisikan tempat umum secara luas; tidak terbatas hanya bangunan-bangunan pemerintahan dan transportasi umum, tetapi juga jalan-jalan, pasar, usaha bisnis non-pemerintah, dan tempat hiburan.
UU serupa masih ditangguhkan di Belgia, Spanyol, dan beberapa provinsi di Italia. Namun, pelarangan tersebut menjadi isu sensitif, khususnya di Perancis yang wilayah pinggiran perkotaannya menjadi tempat tinggal minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Para pengkritik mengatakan bahwa UU ini mengeksploitasi sesuatu yang sebenarnya bukan persoalan karena hanya ada 1.900 wanita Muslim dari lima hingga enam juta umat Islam di Perancis yang menggunakan cadar.
Mereka mengatakan, UU ini merupakan upaya memenuhi tuntutan pemilih anti-imigrasi dan upaya mengalihkan perhatian publik dari krisis ekonomi Perancis.
Warga Muslim Perancis umumnya berasal dari negara bekas jajahannya di Afrika Utara dan Barat. Mereka tidak memiliki tradisi memakai cadar seperti halnya mereka yang berasal dari daratan Arab ataupun Pakistan.
Beberapa pemimpin Muslim mengatakan, mereka mendukung langkah untuk mengurangi perempuan Muslim bercadar. Namun, UU tersebut juga akan memberi stigma kepada kelompok yang rentan secara tidak adil.
Sadar bahwa UU dengan ruang lingkup yang luas itu dapat dihambat oleh pengadilan HAM Eropa yang melindungi kebebasan beragama, partai berkuasa pimpinan Sarkozy telah meminta agar teks UU itu diperiksa Mahkamah Konstitusi.
Bagi yang tetap memakai cadar setelah habis masa sosialisasi enam bulan untuk mendidik perempuan Muslim, mereka diancam denda 150 euro (190 dollar AS).
Pria yang meminta istri atau anak perempuan mereka bercadar dengan alasan agama akan mendapat sanksi hukuman lebih berat, yakni denda sampai 30.000 euro dan satu tahun penjara.