Pengangguran Tidur Di Internet Café
Matahari mulai terbenam. Waktu telah menunjukkan jam enam sore di Tokyo.
Inilah waktu yang tepat untuk melihat para "korban" krisis ekonomi Jepang yang terparah sejak 64 tahun yang lalu.
Inilah waktu yang tepat untuk kita semua membuka mata lebar-lebar untuk melihat salah satu kota termahal di dunia dari wajah terburuknya.
Berkunjunglah ke manga café atau Internet café yang ada di kota Tokyo karena disanalah para pengangguran menumpang tidur. Dengan tarif sekitar Rp.90,000-an (yang biasanya untuk menyewa sebuah bilik untuk membaca manga atau bermain Internet), mereka malah mempergunakan bilik tersebut untuk tidur.
Semuanya pria, tentu saja, berumur antara 35 s/d 55 tahun. Mereka inilah pekerja-pekerja yang dipecat dan sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan baru karena para pemilik perusahaan yang terus merugi, seperti Toyota, Sony dan Panasonic.
"Saya dengar dari mulut ke mulut. Kalau anda tidak punya cukup uang, Internet café adalah temnpat termurah dimana kita bisa tidur dibawah atap," kata Kimiaki Takimoto, 46 tahun, mantan karyawan Nissan Diesel yang sekarang tidur di Internet café.
Tahun ini, hampir semua bilik di 600 manga café dan Internet café di Tokyo telah di booking penuh oleh para pengangguran. Yang tidak kebagian tempat dan tidak punya cukup uang, mereka lebih memilih untuk tidur di jalanan dengan tenda atau sarung tidur seadanya.
Bahkan di bulan Januari yang lalu, Tokyo bagai disambar petir di siang bolong dengan 500 pengangguran dadakan mendirikan tenda-tenda di taman kota Hibiya, tidak jauh dari istana kerajaan.
Negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia ini sekarang tidak lagi mampu memamerkan taringnya. Paling tidak untuk 1 sampai 2 tahun kedepan.
Inilah waktu yang tepat untuk melihat para "korban" krisis ekonomi Jepang yang terparah sejak 64 tahun yang lalu.
Inilah waktu yang tepat untuk kita semua membuka mata lebar-lebar untuk melihat salah satu kota termahal di dunia dari wajah terburuknya.
Berkunjunglah ke manga café atau Internet café yang ada di kota Tokyo karena disanalah para pengangguran menumpang tidur. Dengan tarif sekitar Rp.90,000-an (yang biasanya untuk menyewa sebuah bilik untuk membaca manga atau bermain Internet), mereka malah mempergunakan bilik tersebut untuk tidur.
Semuanya pria, tentu saja, berumur antara 35 s/d 55 tahun. Mereka inilah pekerja-pekerja yang dipecat dan sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan baru karena para pemilik perusahaan yang terus merugi, seperti Toyota, Sony dan Panasonic.
"Saya dengar dari mulut ke mulut. Kalau anda tidak punya cukup uang, Internet café adalah temnpat termurah dimana kita bisa tidur dibawah atap," kata Kimiaki Takimoto, 46 tahun, mantan karyawan Nissan Diesel yang sekarang tidur di Internet café.
Tahun ini, hampir semua bilik di 600 manga café dan Internet café di Tokyo telah di booking penuh oleh para pengangguran. Yang tidak kebagian tempat dan tidak punya cukup uang, mereka lebih memilih untuk tidur di jalanan dengan tenda atau sarung tidur seadanya.
Bahkan di bulan Januari yang lalu, Tokyo bagai disambar petir di siang bolong dengan 500 pengangguran dadakan mendirikan tenda-tenda di taman kota Hibiya, tidak jauh dari istana kerajaan.