Para Keluarga Palestina Hanya Bisa Berharap Cemas
Berikanlah Comment kepada Blog ini biarkan Penulis Sedikit Dihargai
Suara sirene sebagai peringatan adanya serangan roket dari Palestina tidak membuat Majid al-Surur takut. Dia lebih memikirkan empat cucunya yang mungkin kini terjebak di sebuah tempat di Jalur Gaza yang tengah dibombardir Israel.
”Saya merasa bertanggung jawab atas mereka. Saya merasa sayalah ayah mereka,” kata lelaki berusia 55 tahun itu, yang tinggal di kota Beersheva, sekitar satu jam naik kendaraan dari perbatasan Gaza.
Surur lahir dan dibesarkan di kota Khan Yunis, Gaza, di mana saat ini tentara Israel tengah bertempur dengan para pejuang Palestina. Akan tetapi, pada tahun 1988 Surur pindah ke Beersheva, 40 km jauhnya, dan menjadi warga Israel setelah menikahi seorang perempuan Arab-Israel.
Sejak Israel melancarkan operasi ”Cast Lead” terhadap Hamas di Gaza, dia tinggal dalam bayang-bayang roket jarak jauh yang ditembakkan pejuang Palestina. Tidak ada seorang pun di Beersheva yang terluka oleh roket-roket itu, yang sebagian besar mendarat di pinggiran kota. Sebagian besar orang yang berada di pasar penuh sesak tidak memedulikan sirene itu.
Surur pantas cemas karena keluarga besarnya terperangkap di Gaza. Menurut kabar yang dia terima, mereka terpaksa bertahan di dalam rumah selama sedikitnya satu minggu. ”Mereka ketakutan, tidak ada listrik dan makanan,” ujarnya.
Kedua anak laki-lakinya, salah satunya baru saja menikah dan lainnya baru punya bayi, selalu menelepon memberitahukan keadaan mereka ketika listrik hidup selama dua jam.
Seperti 1,2 juta warga Arab-Israel lainnya, keluarga Surur terpisahkan oleh perbatasan yang telah merenggut banyak nyawa itu. Surur tidak bisa lagi berkunjung ke Gaza sejak meletusnya perlawanan Palestina pada tahun 2000. (OKI)
sumber:
http://www.kompas.com