Dua Tahun Lumpur Lapindo
SEMBURAN LUMPUR HANYA ISTIRAHAT 30 MENIT
Hari ini adalah tepat dua tahun sudah terjadinya bencana banjir lumpur yang telah merendam beberapa desa di Porong, Kabupaten Sidoarjo. Praktis mulai tanggal 29 Mei 2006 hingga sekarang, hanya sekitar 30 menit saja semburan lumpur itu berhenti sesaat. Ya! Anda tentunya ingat, lumpur berhenti menyembur dari perut bumi usai proses insersi bola beton yang dilakukan lebih dari setahun yang lalu. Sebuah 'mahaproyek' yang diperkirakan mampu menyumbat dan menghentikan semburan lumpur.
Dua tahun itu bukanlah waktu yang cukup singkat. Waktu yang lama sehingga mampu menenggelamkan banyak desa di sekitar wilayah pusat semburan lumpur panas lapindo di Porong, Sidoarjo ini.
Siapa yang menyangka bahwa semburan lumpur yang berasal dari area pengeboran milik Lapindo mampu menenggelamkan rumah, pekarangan dan sawah di beberapa desa sekitarnya sekaligus memutus akses transportasi baik jalan raya, tol maupun kereta api.
Memaksa ribuan penduduk untuk berpindah tempat. Kini yang tersisa hanyalah tangis pilu masyarakat tak berdosa yang turut menanggung ulah manusia-manusia yang rakus dan serakah pada alam. Alam pun marah, seolah menunjukkan kekuatan maha dahsyatnya. Memberikan pelajaran setimpal bagi manusia-manusia yang zalim kepadanya.
Dua tahun penyelesaian pelunasan ganti rugi terhadap warga pun belum usai. Banyak jalan berliku, meskipun kini kabarnya pemilik Lapindo si Menkokesra yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat itu sedang menduduki prestasi orang terkaya se-Asia Tenggara, ternyata tak menjamin segera tuntasnya urusan ganti rugi korban 'bencana alam' lumpur panas lapindo Porong Sidoarjo ini.
Hari ini adalah tepat dua tahun sudah terjadinya bencana banjir lumpur yang telah merendam beberapa desa di Porong, Kabupaten Sidoarjo. Praktis mulai tanggal 29 Mei 2006 hingga sekarang, hanya sekitar 30 menit saja semburan lumpur itu berhenti sesaat. Ya! Anda tentunya ingat, lumpur berhenti menyembur dari perut bumi usai proses insersi bola beton yang dilakukan lebih dari setahun yang lalu. Sebuah 'mahaproyek' yang diperkirakan mampu menyumbat dan menghentikan semburan lumpur.
Dua tahun itu bukanlah waktu yang cukup singkat. Waktu yang lama sehingga mampu menenggelamkan banyak desa di sekitar wilayah pusat semburan lumpur panas lapindo di Porong, Sidoarjo ini.
Siapa yang menyangka bahwa semburan lumpur yang berasal dari area pengeboran milik Lapindo mampu menenggelamkan rumah, pekarangan dan sawah di beberapa desa sekitarnya sekaligus memutus akses transportasi baik jalan raya, tol maupun kereta api.
Memaksa ribuan penduduk untuk berpindah tempat. Kini yang tersisa hanyalah tangis pilu masyarakat tak berdosa yang turut menanggung ulah manusia-manusia yang rakus dan serakah pada alam. Alam pun marah, seolah menunjukkan kekuatan maha dahsyatnya. Memberikan pelajaran setimpal bagi manusia-manusia yang zalim kepadanya.
Dua tahun penyelesaian pelunasan ganti rugi terhadap warga pun belum usai. Banyak jalan berliku, meskipun kini kabarnya pemilik Lapindo si Menkokesra yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat itu sedang menduduki prestasi orang terkaya se-Asia Tenggara, ternyata tak menjamin segera tuntasnya urusan ganti rugi korban 'bencana alam' lumpur panas lapindo Porong Sidoarjo ini.