Porong's Sunrise
Kalau sebelumnya ada postingan tentang Porong's Sunset, maka sekarang adalah kebalikannya, yaitu Porong's Sunrise. Yup! Seperti gambar di atas adalah suasana ketika matahari perlahan terbit di ufuk timur di wilayah genangan lumpur panas Lapindo Porong Sidoarjo.
Cahaya matahari yang mulai naik ke atas terpantulkan oleh lumpur yang menggenang di kolam penampungan lumpur alias pond. Perhatikan pula tower listrik yang seakan mengapung di genangan lumpur tersebut, padahal sebenarnya tower itu ikut pula tenggelam dalam luapan lumpur panas yang berkedalaman lebih dari dua meter tersebut,, yang menyebabkan jarak antara titik terbawah kabel bertegangan tinggi dengan permukaan lumpur hanya 5 meter, padahal sebelumnya batas aman harus 7 meter.
Memandang jauh ke arah timur seperti memandang laut lepas yang tanpa ujung. Laksana memandang di pantai Sanur di pulau Bali. Seperti lautan luas yang membentang di sana. Jangan pernah membayangkan itu adalah air, karena itu adalah lumpur, hehe...
Langit di atas kolam lumpur raksasa ini masih tetap biru. Sedikit awan yang nampak, karena wilayah Surabaya dan sekitarnya masih tetap kering kerontang dan mengalami kemarau panjang. Entah kapan hujan akan turun. Tapi yang pasti, ketika hujan itu turun dikhawatirkan luapan lumpur panas ini malah makin meluas dan tidak terkendali. Makin banyak yang harus dikorbankan, masyarakat dan lingkungan sekitar kolam lumpur pun bisa terkena getahnya, terkena imbas dari bencana yang tidak terduga ini.
Penderitaan para korban lumpur panas ini nampaknya akan terus bertambah. Apalagi terlihat bahwa PT Lapindo Brantas sudah ingin lepas tanggung jawab terhadap musibah lumpur panas ini dengan menjual perusahaan ini kepada salah satu perusahaan investasi dari British Virgin Island, Freehold Group Limited.
Ya Tuhan sampai kapan derita bangsa ini akan terus berlangsung?
Artikel terkait:
Cahaya matahari yang mulai naik ke atas terpantulkan oleh lumpur yang menggenang di kolam penampungan lumpur alias pond. Perhatikan pula tower listrik yang seakan mengapung di genangan lumpur tersebut, padahal sebenarnya tower itu ikut pula tenggelam dalam luapan lumpur panas yang berkedalaman lebih dari dua meter tersebut,, yang menyebabkan jarak antara titik terbawah kabel bertegangan tinggi dengan permukaan lumpur hanya 5 meter, padahal sebelumnya batas aman harus 7 meter.
Memandang jauh ke arah timur seperti memandang laut lepas yang tanpa ujung. Laksana memandang di pantai Sanur di pulau Bali. Seperti lautan luas yang membentang di sana. Jangan pernah membayangkan itu adalah air, karena itu adalah lumpur, hehe...
Langit di atas kolam lumpur raksasa ini masih tetap biru. Sedikit awan yang nampak, karena wilayah Surabaya dan sekitarnya masih tetap kering kerontang dan mengalami kemarau panjang. Entah kapan hujan akan turun. Tapi yang pasti, ketika hujan itu turun dikhawatirkan luapan lumpur panas ini malah makin meluas dan tidak terkendali. Makin banyak yang harus dikorbankan, masyarakat dan lingkungan sekitar kolam lumpur pun bisa terkena getahnya, terkena imbas dari bencana yang tidak terduga ini.
Penderitaan para korban lumpur panas ini nampaknya akan terus bertambah. Apalagi terlihat bahwa PT Lapindo Brantas sudah ingin lepas tanggung jawab terhadap musibah lumpur panas ini dengan menjual perusahaan ini kepada salah satu perusahaan investasi dari British Virgin Island, Freehold Group Limited.
Ya Tuhan sampai kapan derita bangsa ini akan terus berlangsung?
Artikel terkait: